MAKALAH
“PROBLEMATIKA NILAI, MORAL DAN HUKUM DALAM
MASYARAKAT
DAN NEGARA”
Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
Dosen Pengampu
: Mindaudah, M.Pd.
Disusun
Oleh :
Di
Susun Oleh :
Kelompok 10
Ø Ida Muhlida (1252025)
Ø Aris Safirotul Fanani (1562047)
Ø Imro’atul Awalul K. (1562077)
Ø Sholichatus Sa’diyah (1562096)
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
STIE
PGRI DEWANTARA
JOMBANG
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya, sehingga kami selaku kelompok penyusun dapat menyelesaikan makalah
“Problematika
Nilai, Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara”
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas “Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD)”,
Dalam makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai referensi buku dan
website, selain itu makalah ini berisikan tentang pembinaan nilai moral untuk
mengurangi problema nilai, moral dan hukum dimasyarakat saat ini.
Kami
sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat kelemahan dan kekurangan, maka
saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan dari semua pihak untuk
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan
sebagai acuan pembuatan makalah yang sama dikemudian hari.
Jombang,
03 April 2016
Kelompok Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1 Keterkaitan antara moral dan hukum ......................................................... 3
2.2 Problematika nilai, moral dan hukum dalam
masyarakat dan negara ......... 6
2.3 Problematika pembinaan nilai moral ........................................................... 16
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai, moral
dan hukum dalam masyarakat maupun bernegara. Manusia memberikan nilai kepada
sesuatu, karena sesungguhnya nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia.
Dengan nilai diharapkan manusia dapat terdorong untuk melakukan tindakan agar harapan
itu dapat terwujud dalam kehidupannya. Moral erat kaitannya dengan akhlak atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani
yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moral merupakan bagian
dari nilai, yaitu nilai moral. Hukum merupakan bagian dari suatu norma, yaitu
norma hukum. Norma hukum merupakan aturan-aturan yang berasal dari negara dan
sifatnya memaksa. Dengan mematuhi hukum maka akan terciptalah suatu keadilan. Tujuan
dari Negara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 maupun pancasila.
Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 maka negara Indonesia adalah negara yang
adil dan bertujuan menciptakan keadilan sosial. Pesan yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 itu hendaknya menjadi pedoman dan semangat bagi para
penyelenggara negara bahwa tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan.
Bedasarkan pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, maka
adil yang dimaksud adalah perlakuan adil kepada warga negara tanpa pandang
bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan martabatnya termasuk pula manusia
sebagai warga negara, karena itu hendaknya penyelenggara negara menjamin
perlakuan yang adil terhadap warga negaranya. Hal ini tercermin pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sila kelima Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat indonesia mengandung makna adil dalam pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat. Hasil pembangunan dan kekayaan bangsa hendaknya dinikmati
secara adil dan menyeluruh oleh seluruh
lapisan masyarakat. Pembangunan dan kekayaan alam tidak boleh dinikmati
segelintir orang sebab hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan, perasaan iri
dan kemiskinan.
Dilihat dari kenyataan yang ada, Indonesia sebagai negara
hukum memang sudah terwujud terbukti dengan adanya Undang-Undang yang mengatur
kehidupan bernegara. Tetapi pada penerapannya didalam kehidupan bernegara itu
sendiri belum terlaksana dengan baik. Terbukti dengan banyaknya
pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh segelintir orang namun hukum
baginya tidak berjalan dengan semestinya. Hukum pada saat ini lebih memihak
kepada mereka yang memiliki kedudukan. Seharusnya Indonesia sebagai negara
hukum dalam menjalankan kehidupan bernegara benar-benar dalam koridor yang
telah ditentukan, menegakkan keadilan
seadil-adilnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat di ambil suatu
rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana hubungan moral dengan
hukum ?
2.
Bagaimana problematika nilai, moral
dan hukum dalam masyarakat dan negara ?
3.
Bagaimana problematika pembinaan
nilai moral beserta solusinya ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
hubungan moral dan hukum.
2.
Untuk mengetahui problematika
nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara.
3.
Untuk mengetahui problematika
pembinaan nilai moral beserta solusinya.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah
pengetahuan kepada para pembaca mengenai problematika nilai, moral dan hukum
dalam masyarakat dan negara,
2. Sebagai sumber referensi,
3. Menambah
wawasan bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Keterkaitan
Antara Moral dan Hukum
2.1.1 Manusia dan Moral
Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral
berkaitan dengan nilai baik-buruk perbuatan manusia. Pada dasarnya, manusia
yang bermoral tindakannya senantiasa didasari oleh nilai-nilai moral. Manusia
tersebut melakukan perbuatan atau tindakan moral. Tindakan yang bermoral adalah
tindakan manusia yang dilakukan secara sadar, mau, dan tahu serta tindakan itu
berkenaan dengan nilai-nilai moral. Tindakan bermoral adalah tindakan
yang menjunjung tinggi nilai pribadi manusia, harkat dan martabat manusia.
Nilai moral diwujudkan dalam norma moral. Norma moral, norma
kesusilaan atau disebut juga norma etik, adalah peraturan/kaidah hidup
yang bersumber dari hati nurani dan merupakan perwujudan nilai-nilai moral yang
mengikat manusia, norma moral menjadi acuan perilaku baik buruknya manusia.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral.
Sebaliknya, perilaku buruk adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma
moral.
Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia
terhadap nilai dari sesuatu maka manusia
akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin kehidupan
manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik buruknya
sepanjang nilai itu dalam arti positif berarti
perbuatan bermoral, begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti
perbuatan yang amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan
problema dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2.1.2 Manusia dan Hukum
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama
seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat
berhubungan secara harmonis dengan individu lain disekitarnya. Untuk
terciptanya keteraturan tersebut, maka diperlukan aturan yang disebut hukum.
Norma hukum adalah peraturan
yang timbul dari hukum yang berlaku. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau
diluar masyarakat. Maka manusia-masyarakat dan hukum merupakan pengertian yang
tidak dapat dipisahkan.
Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan
saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas
lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya. Hukum yang baik adalah hukum
yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang
tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak
bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang
berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya).
Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang
bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai
“semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang
berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum (Perneo).
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia
membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal
dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: MASYARAKAT. Guna
membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka
manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum)
dan si pengatur (kekuasaan).
2.1.3 Hubungan
Hukum dengan Moral
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang sangat erat sekali, ada
pepatah roma yang menyatakan “Quid leges sine moribus?”, artinya undang-undang
kalau tidak disertai moralitas? dengan demikian hukum tidak berarti tanpa
dijiwai moralitas, hukum akan kosong dan hampa tanpa moralitas.
Antara hukum dan moralitas berkaitan. Hukum harus merupakan perwujudan
dari moralitas. Hukum sebagai norma harus berdasarkan pada nilai moral. Apa
artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas. Tanpa moralitas, hukum
tampak kosong dan hampa. Norma moral adalah norma yang paling dasar. Norma
moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Suatu hukum yang
bertentangan dengan norma moral kehilangan kekuatannya, demikian kata Thomas
Aquinas.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda
sebab dalam kenyataannya “mungkin” ada hukum yang bertentangan dengan moral
atau undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara
hukum dengan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan Indonesia dewasa ini
“apalagi dalam konteks pengambilan keputusan hukum membutuhkan moral,
sebagaimana moral membutuhkan hukum.”. apa artinya hukum jika tidak disertai
moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jika dijiwai oleh moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan
perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Dengan demikian, hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.
Meskipun tidak semua harus diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hal itu
mustahil. Hukum hanya membatasi diri dengan mengatur hubungan antarmanusia yang
relevan.
Pada dasarnya, hukum adalah norma yang merupakan perwujudan dari nilai,
termasuk nilai moral. Terdapat perbedaan antara norma moral dengan norma
hukum, menurut Gunawan Setiardja (1990,119), yaitu :
a)
Dilihat dari dasarnya, Norma
hukum berdasarkan yuridis dan konsensus, sedangkan norma moral berdasarkan
hukum alam,
b)
Dilihat dari otonominya, Norma
hukum berdasarkan heteronomi (datang dari luar diri), sedangkan norma moral
berasal dari dalam diri,
c)
Dilihat dari pelaksanaannya, hukum
dilaksanakan secara paksaan dari lahiriah (mencapai ketertiban atau kedamaian), sedangkan moral tidak dapat
dipaksakan,
d)
Dilihat dari sanksinya, hukum
sanksinya berbentuk yuridis, sedangkan moral sanksi kodrati, batiniah,
menyesal, malu terhadap diri sendiri.
e)
Dilihat dari tujuannya, hukum
mrngatur tata tertib hidup bermasyarakat bernegara, sedangkan moral mengatur
perilaku manusia sebagai manusia,
f)
Norma hukum bergantung pada tempat
dan waktu, sedangkan norma moral secara relatif tidak bergantung tempat dan
waktu.
Perbedaan
antara hukum dan moral menurut K.Berten adalah sebagai berikut:
a) Hukum
lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki
kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral
lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang
mencari kejelasan tentang yang harus di anggap utis dan tidak etis.
b) Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku
manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral
menyangkut juga sikap batin seseorang.
c) Sanksi
yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh
bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya
sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
d) Hukum
didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara. Meskipun
hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum. Dengan cara demokratis
atau dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak
dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan
tidak sebaliknya.
2.2
Problematika
Nilai, Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi
maupun hidup bernegara terikat pada norma moral dan norma hukum. Secara ideal, seharusnya
manusia taat pada norma moral dan norma
hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya mewujudkan kehidupan
yang damai, aman, dan sejahtera. Namun dalam kenyataannya terjadi berbagai
pelanggaran, baik terhadap norma moral maupun norma hukum. Pelanggaran norma
moral merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan pelanggaran terhadap
norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.
2.2.1
Pelanggaran
Etik
Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat
serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian norma moral
yang terhimpun ini biasa disebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk
aturan (code) tertulis secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok membentuk
kode etik profesi. Contohnya : kode etik guru, kode etik insinyur, kode
etik wartawan, dan sebagainya.
Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya
dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi dibutuhkan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Tanpa etika profesi,
apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang
sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme, dan ujungnya akan
berakhir dengan tidak adanya lagi respek mupun kepercayaan yang pantas
diberikan kepada para elite profesional tersebut.
Meskipun telah memiliki kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap
profesinya sendiri. Contohnya: seorang dokter melanggar kode etik
kedokteran. Pelanggaran kode etik tidak akan mendapat sanksi lahiriah atau yang
bersifat memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapatkan sanksi etik
seperti menyesal, malu dan rasa bersalah. Bila seorang profesi melanggar kode
etik profesinya maka ia mendapatkan sanksi etik dari lembga profesi
seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan lagi menjalani
profesi tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan/mendorong seseorang melakukan pelanggaran
etika adalah sebagai berikut :
1. tidak berjalannya control dan pengawasan dari masyarakat.
2. Kurangnya iman dari individu tersebut.
3. rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik pada setiap bidang, karena buruknya pelayanan
sosialisasi dari pihak prepesi sendiri
4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari orang tersebut.
5. Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas dari orang tersebut.
6. Kebutuhan individu.
7. Tidak ada pedoman hidup dari individu tersebut.
8. Perilaku dan kebiasaan individu yang buruk sehingga menjadi sebuah
kebiasaan.
9. Lingkungan tidak etis mempengaruhi individu tersebut melakukan sebuah
pelanggaran.
10. Kurangnya sanksi yang keras atau tegas di Negara kita tentang
pelanggaran Kode Etik.
Berikut ini kami contohkan salah satu pelanggaran etik yaitu pelanggaran
kode etik profesi guru.
KODE ETIK
|
KASUS PELANGGARAN
|
SOLUSI
|
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
|
· Guru memposisikan diri sebagai
penguasa yang memberikan sanksi, mengancam dan menghukum peserta apabila
melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak guru.
· Guru memberikan imbalan / hadiah
semata-mata untuk membina kepatuhan peserta didik
· Guru menciptakan situasi
pendidikan otoriter yang membentuk manusia dengan pribadi pasrah, patuh,
penurut, dan takluk kepada penguasa (guru). Mengasingkan orang-orang yang
kreatif, berpendirian dan mandiri
|
· Guru bersifat humanis-demokratik
menekankan konformitas internalisasi bagi peserta didiknya.Pendidikan
mendorong berkembangnya kemampuan yang ada pada diri peserta didik.
· Situasi pendidikan mendorong dan
menyerahkan kesempatan pengembangan kemandirian kepada peserta didik sendiri.
· Pengembangan kebebasan disertai
dengan pertimbangan rasional, perasaan, nilai dan sikap, keterampilan dan
pengalaman diri peserta didik
|
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
|
· Guru tidak menunjukkan kejujuran
sehingga tidak pantas untuk ditiru, misalnya: suka ingkar janji, pilih kasih,
memanipulasi nilai, mencuri waktu mengajar, dan lain sebagainya.
· Guru mengajar tidak sesuai dengan
bidang keilmuannya sehingga sering melakukan kesalahan secara keilmuan.
|
· Kejujuran adalah salah satu
keteladanan yang harus dijaga guru selain prilaku lain seperti mematuhi
peraturan dan moral, berdisiplin, bersusila dan beragama.
· Guru harus menjaga keteladanan
agar dapat diterima dan bahkan ditiru oleh peserta didik.
|
Menjaga
hubungan baik dengan orangtua, murid dan masyarakat sekitar untuk membina
peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
|
· Guru tidak pernah
mengkomunikasikan perkembangan anak kepada orangtuanya, sehingga orangtua
tidak mengetahui kemajuan belajarnya.
· Guru tidak pernah mengajak
orangtua untuk membicarakan bersama yang menyangkut kepentingan anak dan
sekolah, melainkan memutuskan secara sepihak, misalnya: pembelian buku anak,
seragam sekolah, kegiatan anak di luar kurikuler, dan sebagainya.
|
· Guru harus bekerjasama dengan
orangtua dan juga lingkungan masyarakat dalam pendidikan. Tanggung jawab
pembinaan terhadap peserta didik ada pada sekolah, keluarga, dan masyarakat.
· Hal yang menyangkut kepentingan si
anak seyogyanya guru (sekolah) mengajak orangtua dan bahkan lingkungan
masyarakat untuk bermusyawarah.
|
Seorang
guru harus saling menghormati dan menghargai sesama rekan seprofesi
|
Hubungan
antar guru tidak harmonis (misalnya: saling menjelekkan dan saling
menjatuhkan bahkan berkelahi)
|
Etos kerja
harus dijaga dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, serta
menjaga hubungan baik dengan saling menghormati dan menghargai dan mau
bekerjasama/ saling menolong antar sesama guru.
|
Faktor yang menjadi penyebab pelanggaran kode etik guru adalah sebagai
berikut :
a)
Adanya malpraktik (meminjam istilah
Prof Mungin) yaitu melakukan praktek yang salah, miskonsep. Dalam hal ini guru
salah dalam menerapkan hukuman kepada siswa.
b)
Kurang siapnya guru maupun siswa
secara fisik, mental, maupun emosional.
c)
Kurangnya penanaman budi pekerti di
sekolah.
Upaya yang
dilakukan untuk mengatasi pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut :
a)
Mewajibkan seorang guru untuk
membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik keguruan.
b)
Mengadakan pelatihan-pelatihan
bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang berbeda karakter.
c)
Menindak
tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan kasus
etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu profesi yang
salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta
didik.
2.2.2
Pelanggaran
Hukum
Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau
perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya
kesadaran hukum dimasyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi
hanya dijatuhkan kepada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum.
Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana
perbuatan yang bertentangan dngan hukum yang bila dilakukan akan mendapat
ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap perbuatan yang bertentangan dengan hukum
tentu saja di anggap melanggar hukum sehingga mendapat ancaman hukuman.
Poblema hukum yang yang berlaku dewasa ini
adalah masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya, banyak tarjadi
pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak perlu
terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan alasan hanya untuk
sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit
berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan negara, karena hukum oleh
negara dimuatkan dalam peraturan perundang-undangan. Kasus tidak membawa SIM
berarti melanggar perturan, yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu
lintas. Kasus-kasus pelanggaran hukum banyak terjadi dimasyarakat kita mulai
dari kasus kecil seperti pencurian dan perjudian sampai kasus besar seperti
korupsi dan aksi teror.
Pelanggaran hukum berbeda dengan
pelanggaran etik. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari
negara yang bersifat lahiriah dan memaksa. Masyarakat secara resmi (Negara)
berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar hukum. Negara tidak
berwewenang menjatuhi hukuman pada pelaku pelanggaran etik, kecuali pelanggaran
itu sudah merupakan pelanggaran hukum.
Problema
hukum yang lain adalah hukum dapat digunakan sebagai alat kekuasaan.
Dalam negara seharusnya hukumlah yang menjadi panglima. Semua institusi dan
lembaga negara tunduk pada hukum yang berlaku. Namun dapat terjadi dibuat
justru untuk melayani kekuasaan dalam negara. Dengan alih-alih telah
berdasarkan hukum, tetapi peraturan yang dibuat justru menyengsarakan rakyat,
menciptakan ketidakadilan dan menumbuhsuburkan KKN. Contohnya Keppres-Keppres
yang telah dibuat pada masa lalu. Oleh karena itu, dalam membuat hukum harus
memenuhi kaidah hukum. Gustav Radburch (ahli filsafat Jerman) menyampaikan
adanya tiga kaidah (ide dasar) hukum yang harus dipenuhi dalam membuat norma
hukum. Ketiga kaidah itu adalah sebagai berikut:
a)
Gerechtigheint (unsur keadilan),
b)
Zeckmaessigkeit (unsur kemanfaatan),
dan
c)
Sicherheit (unsur kepastian).
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum
yaitu sebagai berikut :
·
kesadaran/pengetahuan hukum yang
lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah, dapat berefek pada pengambilan
jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-masing. masyarakat yang tidak
mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap
hukum. dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum artinya semua dianggap
mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kesalahan akan
perbuatannya dengan alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu peraturan
perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah sewajarnya bagi setiap individu
untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur hukum atau elemen lain yang
concern pada supremasi hukum sudah seharusnya memberikan kesadaran hukum bagi
setiap individu.
·
Ketaatan terhadap hukum. Dalam
kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme dari individu muncul. Ada
saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia menceritakan perbuatannya
kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas. Oleh pelakunya
menganggap itu hal-hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan bersikap bangga
diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah
dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga
menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.
·
Perilaku aparatur hukum. Perilaku
aparatur hukum baik dengan sengaja ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam
penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang dalam menagani suatu kasus
dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya juga langsung memvonis
seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat dengan perilaku aparat yang
dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana.
Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk menghormati
akan hukum. Ia menghormati hukum hanya karena takut akan polisi.
·
Faktor aparatur hukum. Seseorang
yang melakukan tindak pidana, namun ia selalu bisa lolos dari jeratan
pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas dari jeratan hukum
berpotensi untuk oleh orang lain melakukan hal yang sama. Adanya mafia
peradilan, telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri kita.
Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi
hukum, justru melakukan pelanggaran hukum. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis
terhadap penegakan hukum.
·
Adanya Transaksional
dalam Penegakan Hukum, Dalam hal ini maksudnya adalah adanya transaksi “jual-beli” hukum, hukum
dianggap sesuatu yang tidak bernilai sehingga mampu diperjual-belikan oleh
pihak penguasa untuk mempermudah keinginannya.
·
Degradasi Moral Penegak
Hukum yang Buruk, salah satu penyebab buruknya penegakan hukum di Indonesia ini dengan
banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi, banyaknya tindakkan KKN, kasus
peradilan yang tak kunjung selesai.
·
Ada Intervensi dari
Penguasa, Maksudnya yaitu adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam hal ini adalah
penguasa dalam suatu proses perkara hukum, dengan alasan adanya kepentingannya
yang terganggu.
·
Masyarakat Sudah Tahu
Hukum tapi Tetap Melanggar,
·
Ketimpangan antarpasal, Ketimpangan antarpasal ini yang menyebakan tidak
saling mendukungnya pasal/peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang
lainnya.
Solusi :
a)
Keadilan hukum harus
ditegakkan seadil-adilnya.
b)
Mensinkronkan antara
sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum agar hukum dapat berjalan
dengan baik.
c)
Harus adanya sanksi
hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum harus diselidiki
pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara hukum dapat
diselesaikan dengan adil.
d) Pemerintah sebagai fasilitasator memberikan atau memfasilitasi masyarakat
dengan memberikan pendidikan/penyuluhan/sosialisasi akan pentingnya penegakan
hukum yang sebaik-baiknya.
e)
Jangan memberikan
peluang sekecil apapun kepada masyarakat untuk melakukan pelanggaran.
f)
Dilakukannya amandemen
untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan dengan sejelas-jelasnya.
Sanksi yang diberikan :
1.
Tegas, berarti adanya aturan yang
telah dibuat secara material telah di atur. Misalnya dalam hukum pidana
mengenai sanksi di atur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan
bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup :
a)
Hukuman pokok, yang terdiri dari :
hukuman mati dan hukuman penjara
b)
Hukuman tambahan, yang terdiri
dari : pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim.
2.
Nyata, berarti adanya aturan yang
secara materil telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang
dilanggarnya. Contoh. Pasal 338 KUHP.
Contoh
pelanggaran hukum adalah Kecurangan saat pemilu, kasus Bank Century, dan
lain-lain. Baru-baru ini kita juga di kagetkan lagi dengan berita Sebanyak 341 narapidana perkara korupsi
mendapat remisi, Sebelas koruptor langsung menghirup udara bebas, ironisnya
lagi salah satu dari penerima Remisi tersebut adalah besan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan. Bukankah setiap orang sama kedudukannya di
hadapan hukum (equality before the law). Seharusnya kita memandang Hukum adalah
sebagai bagian dari cara kita hidup, bukan sebagai cara mempertahankan
kekuasaan semata.
Tapi, lihatlah
sebaliknya sungguh Miris memang Kisah nenek Minah, yang hanya dengan mengambil
beberapa buah kakao, seorang nenek tua harus dihukum atas perbuatan yang sudah
dia sesali. Kalau kita membandingkan kisah si nenek dengan kisah para koruptor
kelas kakap yang kasus hukumnya diputus bebas. Banyak sekali Diskriminasi hukum
menimpa kaum miskin. Seharusnya para penegak hukum mampu menegakkan hukum
seadil-adilnya, tidak ada lagi diskrimanan terhadap si miskin sehingga
terciptalah keadilan.
Permasalahan hukum di indonesia dapat diminimalisasi melalui proses pendidikan yang diberikan
kepada masyarakat, diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat
sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha
memecahkan masalah hukum dan tidak
melakukan pelanggaran hukum.
Berikut ini salah satu contoh
pelanggaran hukum, yaitu Korupsi.
Dewasa ini
masalah korupsi menjadi bahan pembicaraan yang hangat dibicarakan publik
terutama yang disajikan dalam media
massa baik lokal maupun nasional. Ada yang pro dan ada pula yang kontra
terhadap masalah tersebut. Selanjutnya
beberapa sebab terjadinya korupsi menurut Ainan (Simon,1982) yaitu :
a)
Perumusan perundang-undangan yang
kurang sempurna.
b)
Administrasi yang lamban, mahal, dan
tidak luwes.
c)
Tradisi untuk menambah penghasilan
yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
d) Dimana
berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan
moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e)
Di India, misalnya menyuap jarang
dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan.
f)
Menurut kebudayaannya, orang Nigeria
Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan
harta dan kekayaannya.
g)
Manakala orang tidak menghargai
aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus
mempersoalkan korupsi
Michael
Johnston (2007) menyebutkan ada empat masalah yang mengkhawatirkan sehingga
korupsi menjadi masalah yaitu :
1.
Biaya akibat korupsi yang tinggi
terbukti menghambat dan mendistorsi pembangunan politik dan ekonomi.
2.
Peilaku korup menimbulkan efek
sistemik yang berbahaya.
3.
Konsekuensi ekonomi akibat korupsi
yang meluas, terurama dalam bentuk berbagai inefisiensi dalam hubungan antara
kepentingan negara dan privat.
4.
Implikasi korupsi mengarah kepada
monopoli poltik dan kurangnya akuntabilitas.
Korupsi juga
dapat menimbulkan berbagai akibat. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh korupsi menurut Helmanita dan kamil (2006) yaitu:
a)
Korupsi membuat permintaan terhadap
komoditi atau jasa menurun, Karena biaya suap dimasukkan kedalam struktur
penetapan harga barang atau jasa.
b)
Korupsi meruntuhkan legitimasi
politik dan rasa keadilan masyarakat.
c)
Korupsi bisa meningkatkan
kemiskinan, tingginya kriminalitas karena rusaknya sistem hukum dan keamanan,
demoralisasi, kehancuran birokrasi, terganggunya sistem politik dan
pemerintahan serta buyarnya masa depan demokrasi.
Solusi untuk menanggulangi korupsi
dari dilihat dari dua sisi yaitu :
1.
Preventif, Upaya ini bersifat
mencegah agar jangan sampai terjadi korupsi atau untuk meminimalkan penyebab
korupsi. upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu :
a)
Keteladanan orang tua dalam keluarga (tidak melakukan korupsi).
b)
Penerapan pendidikan anti korupsi
dalam pendidikan karakter disekolah dan mata kuliah Korupsi Perguruan Tnggi.
c)
Siraman Rohani oleh tokoh agama
mengenai Korupsi. Para tokoh agama dalam khotbah ibadah kepada umatnya
menjelaskan bahwa korupsi adalah dosa
dan hukuman berat.
d)
Sosialisasi mengenai korupsi dimedia
massa maupun media sosial (internet).
e)
Membuat sistem kontrol korupsi dan
SOP yang jelas di perusahaan swasta dan
instansi pemerintah (birokrat).
f)
Penerapan budaya malu
bila korupsi.
g)
Keteladanan Pemimpin, tokoh
masyarakat dan wakil rakyat.
h)
Menerapkan sistem renumerasi yang layak di perusahaan
swasta dan instansi pemerintah.
i)
Menerapkan Transparansi dan
Akuntabilitas laporan keuangan sektor pemerintah.
j)
Usaha preventif lainnya dengan
melakukan perencanaan dan monitoring secara terus menerus.
2.
Represif, Upaya ini bersifat
menekan, menahan atau mengekang korupsi. Usaha Represif ini merupakan strategi
yang diarahkan agar setiap korupsi yang diindentifikasi dapat diperiksa dan
disidik secara tepat dan akurat sehingga diketahui duduk persoalan sebenarnya,
untuk memudian diberikan sanksi yang tepat dengan mengikuti prosedur yang
berlaku (BPKP, 1999). Upaya Represif
yang dapat dilakukan yaitu :
a)
Memberitakan dan menanyangkan wajah
koruptor dimedia massa, media elektronik maupun media sosial (internet)
b)
Mendorong partisipasi masyarakat
pada gerakan anti korupsi.
c)
Penegakan hukum yang tegas, Penerapan Sanksi (hukuman) yang berat kepada koruptor.
d)
Kerjasama aktif antara LSM, para
pengiat anti korupsi dan civil society dengan KPK dalam memerangi korupsi
e)
Memberikan kesempatan KPK untuk
bekerja Independen dibawah pengawasan masyarakat.
f)
Penerapan aturan larangan menerima
hadiah, grafitikasi, suap dan pemerasan.
g)
Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
h)
Memberikan reward (award) bagi
pelapor tindak korupsi dan pengiat anti korupsi
2.3 Problematika
Pembinaan Nilai Moral
Beberapa pengaruh nilai dalam
kehidupan sehari-hari :
1.
Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan
Nilai Moral
Sering
kali pada keluarga yang broken home atau pada keluarga yang kedua orang tuanya
bekerja berakibat pada penurunan intensitas hubungan antara anak dengan orang
tua. Dalam lingkungan yang kurang baik dan kadang menegangkan ini seorang anak
sangat sulit ntuk membangun nilai-nilainya secara jelas. Dengan kata lain
problematika utama bagi kehidupan otang tua yang bekerja terletak pada tingkat
komunikasi dengan anak-anaknya.
Persoalan
merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga serta terputusnya komunikasi
yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi
keluarga dalam pembinaan nilai moral anak. Dalam posisi seperti inilah instituisi
pendidikan perlu memfasilitasi peserta didik untuk melakukan klarifikasi nilai.
2.
Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai
Moral
Sebagai
makhluk sosial, anak pastinya mempunyai teman dan pergaulan dengan teman akan
menambah informasi yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya. Pengaruh teman
ini akan berdampak positif manakala isu dan kebiasaan teman itu positif pula.
Begitu juga sebaliknya akan berdampak negatif bila sikap dan kebiasaan temannya
buruk.
Perbedaan
sudut pandang antara keluarga dengan temannya menjadi masalah dilematis bagi
nilai anak-anak, anak dihadapkan pada keharusan untuk mematuhi aturan keluarga
dan resiko dikeluarkan dari pertemanan. Persoalan nilai mana yang akan menjadi
keyakinan individu (mahasiswa) tentu diperlukan adanya upaya pendidikan untuk
membimbing mereka keluar dari kebingungan nilai serta menemukan nilai hakiki
yang harus menjadi pegangannya.
3.
Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan
Nilai Moral Individu
Orang
dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan
anak-anak adalah memberitahu sesuatu tentang mereka, memberitahu apa yang harus
mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, dimana harus
dilakukan, dll. Dengan kata lain, orang dewasa hanya menambahkan berbagai
arahan nilai atau norma yang sudah ada pada anak-anak, baik didapatnya dari
sekolah, tokoh politik, guru, buku bacaan, dll.
Dengan
demikian orang dewasa tidak berupaya mengurangikebingungan nilai anak.
Sebaliknya, menambah jumlah pilihan yang menimbulkan tingginya tingkat
kebingungan dan ketidakjelasan nilai bagi anak. Dengan kondisi seperti inilah
lembaga pendidikan perlu mengupayakan agar peserta didik mampu menemukan nilai
dirinya tanpa harus bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang
di masyarakat.
4.
Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan
Nilai Moral
Alat
komunikasi yang potensial telah diperkenalkan ke dalam ritual kehidupan
keluarga. Dalam media komunikasi tentu akan mengembangkan suatu pandangan hidup
yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Anak dihadapkan
pada berbagai kemungkinan, maka dia akan kehilangan gagasan dan akhirnya dia
akan kebingungan.
Media
komunikasi tadi akan membiaakan pemahaman yang tengah tumbuh pada anak seputar
mana yang betul mana yang salah, mana yang benar dan mana yang palsu, mana yang
begus dan mana yang jelek, serta mana yang bermoral dan mana yang tidak
bermoral. Maka instituisi pendidikan perlu mengupayakan jalan keluar bagi
peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.
5.
Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap
Perkembangan Nilai Moral
Manusia
melalui pemikiran rasionalnya akan menciptakan prinsip yang berlaku universal.
Atas dasar rasional inilah yang menyebabkanmanusia melakukan “rasional
imperatif” yaitu aturan yang menjadi pedoman hidupnya. Aturan (hukum) yang
ditentukan secara rasional inimemberikan bimbingan moral dan pengetahuan
tentang benar atau salah, sehingga manusia pantas diberi derajat yang tinggi
melebihi makhluk lainnya.
Menurut
kant, menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut :
· Untuk
mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional.
· Untuk
mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara
bebas (Kama, 2000, hlm 61)
Dengan demikian, pendidikan tentang nilai moral
yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih berorientasi pada upaya untuk
mengklarifikasi nilai moral sangat diperlukan.
6.
Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai
Moral
Setiap
hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap sistem
keyakinan yang dimiliki oleh individu. Apabila informasi baru yang diterima
individu serta mengubah atau menguatkan keyakinannya, maka terbentuklah sikap,
serangkaian sikap inilah yang akan mendorong munculnya pertimbangan yang harus
dibuat sehingga menghasilkan prinsip dan standar yang disebut nilai. Munculnya
berbagai informasi yang sama kuatnya akan mempengaruhi kebingungan terhadap
anak.
Kebingungan
ini bisa diperparah apabila lembaga pendidikan peserta didik tidak diberi
informasi tambahan. ISBD sebagai sebuah studi yang membahas problema sosial dan
budaya yang menambah informasi tentang nilai, moral, dan kaidah hukum kepada
mahasiswa selain itu dapat menganalisis konflik nilai, moral dan lemahnya
supermasi hukum sehingga kebingungan nilai dan orientasi moral dapat dikurangi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Antara hukum
dan moralitas berkaitan. Hukum merupakan perwujudan dari moralitas. Hukum
sebagai norma harus berdasarkan pada nilai moral. Problematika nilai, moral dan
hukum yang terjadi di masyarakat merupakan :
· Pelanggaran
terhadap kode etik profesi, hilangnya nilai dan moral karena penyalahgunaan
terhadap profesinya sendiri. dan
· Pelanggaran
hukum, di Indonesia Hukum dalam pengaplikasiannya belum berjalan dengan
semestinya. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dan belum
ditindak sesuai dengan aturan hukum yang sebenarnya. Hukum di Indonesia lebih
memihak kepada mereka yang memiliki keudukan.
Sedangkan, problematika pembinaan
nilai moral adalah sebagai berikut :
· Pengaruh
Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
· Pengaruh Teman
Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
· Pengaruh Figur
Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
· Pengaruh Media
Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
· Pengaruh Otak
atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
· Pengaruh
Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
3.2
Saran
Melihat banyak terjadi problematika nilai, moral dan hukum dimasyarakat
baik itu pelanggaran kode etik profesi maupu pelanggaran hukum, maka perlu
ditingkatkan pendidikan tentang nilai dan moral agar dapat membentuk
kepribadian yang baik dan bermartabat. Melalui ISBD kita dapat menambah wawasan
mengenai nilai, moral dan kaidah hukum.
Sebaiknya pemerintah
Indonesia beserta aparatur pengawas hukum menegakkan dan menjalankan hukum
dengan sebaik-baiknya dan bertindak adil. Hal itu dilakukan agar tidak timbul
lagi berbagai problematika dalam nilai, moral, dan hukum di indonesia. Selain
itu kita sebagai mahasiswa hendaknya menjalani kehidupan bermasyarakat dan
bernegara sesuai dengan koridor yang telah ditentukan agar tidak timbul
problematika dalam hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku :
Elly M. Setiardi, Kama A. Hakam, dkk.2006.Ilmu Sosial Budaya
Dasar.Jakarta: Kencana,
Hermianto, Winarno.2010.Ilmu Sosial & Budaya Dasar.Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Referensi Internet :
http://writing-contest.bisnis.com/artikel/read/20140401/376/215174/korupsi-dan-solusinya
http://liliputsupercrazy.blogspot.co.id/2012/10/problematika-nilaimoraldan-hukum-dalam.html
assalamualaikum mba, mohon izin copypast dan share. jazakillahu lharan katsir
BalasHapus