“PENGANGGURAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH”
Tugas ini Ditulis dan Disusun Guna Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas pada
Mata Kuliah
“Pengantar Ekonomi Makro”
Dosen Pengampu
: Aminin, SE, M.Si.
Kelompok 11
· Ida Muhlida (1562025)
· Messy Yuni Supriyanti (1562129)
· Kikyi Rachmad
Tulloh (1562133)
· Umi Khasanah (1562157)
AKUNTANSI KS 01
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)
PGRI DEWANTARA JOMBANG
2016
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Pengantar Ekonomi Makro dengan judul
“PENGANGGURAN DAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH”
Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aminin,
SE, M.Si. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Ekonomi
Makro, karena materi
yang di berikan dan pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini khususnya kelompok sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya Mahasiswa/i
STIE PGRI Dewantara Jombang.
Jombang,
22 September 2016
Penulis
Kelompok
XI
iiKATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Pengantar Ekonomi Makro dengan judul
“PENGANGGURAN DAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH”
Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aminin,
SE, M.Si. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Ekonomi
Makro, karena materi
yang di berikan dan pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini khususnya kelompok sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya Mahasiswa/i
STIE PGRI Dewantara Jombang.
Jombang,
22 September 2016
Penulis
Kelompok
XI
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
2.1 Pengertian pengangguran ........................................................................... 2
2.2 Jenis-jenis pengangguran ............................................................................ 3
2.3 Model teori neo klasik terhadap pasar tenaga
kerja .................................... 7
2.4 Pengangguran dan inflasi melalui kurva
phillips ......................................... 9
2.5 Kebijakan pemerintah mengatasi pengangguran ......................................... 15
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengangguran
adalah masalah ekonomi utama yang harus dihadapi setiap masyarakat. Masalah
ekonomi itu dapat mewujudkan efek buruk yang bersifat ekonomi, politik, dan
sosial. Untuk menghadapi efek buruk yang mungkin timbul, berbagai kebijakan
ekonomi perlu dijalankan. Analisis dalam bab ini perlu bertujuan untuk
menerangkan bentuk-bentuk masalah pengangguran dan inflasi yang dihadapi suatu
perekonomian dan bentuk Kebijakan Pemerintah yang dapat dijalankan untuk mengatasi
masalah tersebut. Dengan demikian pada hakikatnya bab ini menjelaskan dua hal
yakni pengangguran dan bentuk Kebijakan Pemerintah yang dapat dijalankan untuk
mengatasi masalah tersebut. Dua bentuk Kebijakan Pemerintah yang dapat dijalankan
yaitu Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian pengangguran?
2.
Apa jenis-jenis pengangguran?
3.
Bagaimana model neo klasik tentang pasar tenaga kerja?
4.
Bagaimana fenomena pengangguran melalui kurva philips?
5.
Apa sajakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi
pengangguran?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui arti pengangguran.
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis pengangguran.
3.
Untuk mengetahui model neo klasik tentang pasar tenaga
kerja.
4.
Untuk mengetahui hubungan pengangguran melalui kurva
philips.
5.
Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam mengatasi
pengangguran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah salah satu masalah yang ada dalam ekonomi makro yang
berhubungan langsung dengan manusia (N.Gregory Mankiw, 2006:154). Pengangguran adalah orang yang masuk dalam kategori
angkatan kerja (jumlah orang yang bekerja dan jumlah penganggur). Pengangguran
adalah (penduduk yang berumur 15-59 tahun, ada beberapa negara lain memakai
kategori 15-64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya,
yang siap bekerja dan melakukan usaha spesifik untuk menemukan pekerjaan selama
empat minggu sebelumnya. Apabila mereka tidak bekerja dan tidak mencoba mencari
pekerjaan, walaupun umur mereka seperti di atas, maka mereka tidak termasuk
golongan Angkatan Kerja. Golongan masyarakat seperti itu adalah pelajar sekolah
menengah (sebelum tingkat universitas), mahasiswa dan ibu rumah tangga. Dengan
demikian, jumlah tenaga kerja atau
angkatan kerja pada suatu waktu tertentu adalah banyaknya jumlah penduduk yang
berada dalam lingkungan umur di atas yang bekerja atau sedang mencari
pekerjaan.
Adapun Definisi Pengangguran Menurut Para Ahli diantaranya:
·
Menurut Sadono Sukirno (355:2004)
Pengangguran adalah
suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin
mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
·
Menurut Ida Bagoes Mantra
Pengangguran adalah
bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif
mencari pekerjaan.
·
Menurut Payman J. Simanjuntak
Pengangguran adalah
orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali
atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan.
Jika peningkatan jumlah angkatan
kerja di suatu negara tidak diimbangi dengan peningkatan daya serap lapangan
kerja, maka tingkat pengangguran di negara tersebut tinggi. Sebaliknya, jika
peningkatan jumlah angkatan kerja diimbangi dengan peningkatan daya serap
lapangan kerja, maka tingkat penganggurannya rendah.
Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara perbandingan (rasio) antara jumlah orang yang
menganggur dengan angkatan kerja keseluruhannya disebut Tingkat Pengangguran.
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari
persentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja (Dornbusch,
1997:196).
2.2 Jenis-Jenis Pengangguran
1.
Pengangguran
Berdasarkan Jam Kerja
Berdasarkan jam kerja,
pengangguran dibedakan menjadi 2 yaitu,
a)
Setengah Penganggur
Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari
pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain.
b)
Setengah Penganggur
Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak
mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga
ahli yang gajinya sangat besar.
2.
Pengangguran
Berdasarkan Penyebab Terjadinya
Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan kepada jenis
pengangguran berkut:
a.
Pengangguran Normal
atau Friksional
Apabila dalam suatu perekonomian terdapat pengangguran sebanyak dua atau
tiga persen dari jumlah tenaga kerja, maka perekonomian itu sudah dianggap
mencapai kesempatan kerja penuh (full employment). Pengangguran sebanyak
dua atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau pengangguran
friksional. Pengangguran Friksional
merupakan bagian pengangguran yang disebabkan oleh berjalan normalnya pasar
tenaga kerja, istilah itu dgunakan untuk menunjukkan masalah pencocokan
pekerjaan/keterampilan jangka pendek.
b.
Pengangguran Siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang dengan konsisten. Adakalanya
permintaan agregat lebih tinggi dan mendorong pengusaha menaikkan produksi. Akibatnya,
lebih banyak pekerja baru digunakan dan pengangguran berkurang. Akan tetapi,
pada masa lainnya permintaan agregat menurun dengan sangat banyak. Kemerosotan
permintaan agregat ini membuat perusahaan-perusahaan mengurangi pekerjaan atau menutup
usahanya. Akibatnya, pengangguran akan bertambah. Kejadian ini terjadi dalam siklus
konjungtur suatu negara yang mengalami masa resesi dan masa depresi
perekonomian. Pada masa resesi dan depresi banyak perusahaan
memberhentikan pekerjanya karena ketidakmampuan untuk memberikan upah sehingga
terjadi pengangguran besar-besaran. Pengangguran karena hal tersebut dinamakan
pengangguran siklikal. Misalnya pengangguran karena PHK massal akibat resesi
ekonomi.
Resesi
adalah periode dimana GDP riil menurun selama sekurang-kurangnya dua trieulan
berturut-turut. Ditandai dengan menurunnya keluaran dan meningkatnya
pengangguran, sedangkan Depresi adalah resesi yang lama dan dalam. Namun
resesi dapat membantu mengurangi inflasi dan dapat meningkatkan
efisiensi karena mendorong perusahan yang tidak efisien dalam perekonomian
keluar dari bisnis dan mendorong perusahaan yang masih bertahan hidup untuk
mengurangi pemborosan dan mengelola sumber daya mereka lebih baik.
c.
Pengangguran Struktural
Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus
berkembang maju, sebagiannya akan mengalami kemunduran. Kemunduran ini
ditimbulkan oleh salah satu atau beberapa faktor. Pertama, adanya barang
baru yang lebih baik. Kedua, kemajuan
teknologi mengurangi permintaan atas barang tersebut. Ketiga, biaya produksi
sudah sangat tinggi dan tidak mampu bersaing. Keempat, ekspor produksi industri
sangat menurun karena persaingan yang lebih serius dari negara-negara lain.
Kemunduran tersebut akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industri tersebut
menurun. Hal ini menyebabkan sebagian pekerja terpaksa diberhentikan dan
menjadi penganggur. Pengangguran jenis ini disebut sebagai pengangguran
struktural atau pengangguran yang disebabkan oleh perubahan struktur kegiatan
ekonomi. Misalnya Negara Agraris yang berubah menjadi Negara Industri,
lahan-lahan pertanian digunakan untuk pabrik sedangkan tenaga kerjanya belum
memiliki keterampilan di sektor industri.
d.
Pengangguran Teknologi
Pengangguran dapat juga disebabkan oleh adanya penggantian tenaga kerja
oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Contohnya, racun gulma dan rumput bisa
mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah, dan
lahan pertanian lain. Demikian juga, mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga
kerja untuk membuat lubang, memotong rumput, membersihkan lahan, dan memungut
hasil. Di pabrik-pabrik, robot telah menggantikan kerja
manusia. Pengangguran yang ditimbulkan oleh pengangguran mesin
dan kemajuan teknologi ini dinamakan pengangguran teknologi.
3.
Pengangguran
Berdasarkan Cirinya
Berdasarkan cirinya,
pengangguran dibedakan menjadi empat yaitu:
a)
Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini terjadi karena pertambahan lapangan
pekerjaan yang lebih rendah daripada pertambahan tenaga kerja. Akibatnya dalam perekonomian banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh
pekerjaan. Efek dari keadaan ini dalam suatu jangka waktu yang cukup panjang
adalah mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Jadi, mereka menganggur secara
nyata dan sepenuh waktu sehingga dinamakan pengangguran terbuka.
b)
Pengangguran
Tersembunyi
Di negara berkembang seringkali ditemui jumlah pekerja dalam suatu kegiatan
ekonomi lebih banyak daripada yang sebenarnya diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan ini
digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contohnya pelayan restoran yang
lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga
yang besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.
c)
Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini terutama terdapat di sekotor pertanian dan perikanan. Pada
musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan dan
terpaksa menganggur. Pada musim kemarau para petani tidak dapat mengerjakan
tanahnya. Selain itu, para petani tidak begitu aktif antara waktu sesudah
menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa di atas para penyadap karet,
nelayan, dan petani tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa
menganggur. Pengangguran seperti ini digolongkan sebagai pengangguran bermusim.
d)
Setengah Menganggur
Di negara-negara berkembang penghijrahan atau migrasi dari desa ke kota
adalah sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota
dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagiannya terpaksa menjadi
penganggur sepenuh waktu. Di samping itu adapula
yang tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja
mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal. Pekerja-pekerja yang
mempunyai masa kerja seperti yang dijelaskan ini digolongkan sebagai setengah
menganggur atau dalam bahasa Inggris: underemployed.
Penyebab dan Dampak Akibat dari Pengangguran
Pengangguran dapat terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah
:
· Jumlah angkatan
kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang
ada yang mampu menyerapnya,
· Penduduk yang relatif banyak,
· Pendidikan dan keterampilan yang rendah,
· Teknologi yang semakin Modern,
· Aggregate Demand Unemployment
Pengangguran
ini muncul karena rendahnya permintaan output ekonomi, sehingga selanjutnya
berdampak pada rendahnya permintaan tenaga kerja (low derived demand).
Sebaliknya, bila permintaan output tinggi (high aggregate demand), bukan hanya
akan menghilangkan pengangguran jenis ini, tetapi malah akan tercipta lebih banyak
lagi kesempatan kerja, bahkan situasi ini dapat mengurangi pengangguran
struktural dan friksional yang terjadi sebelumnya.
· Kekakuan Upah Riil, Gagalnya upah
melakukan penyusuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya.
·
ketidakstabilan
perekonomian, politik dan keamanan suatu Negara.
Dampak yang diakibatkan dari pengangguran adalah :
·
Produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
·
Menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
·
Menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
·
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
·
Menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga
mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
·
Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara.
2.3 Model Teori Neo Klasik Terhadap
Pasar Tenaga Kerja
A.
Sejarah Perkembangan
Teori Neo Klasik
Perkembangan
dunia diikuti juga oleh perkembangan pemikiran disemua bidang kehidupan, tidak
terkecuali dibidang ekonomi. Perkembangan awal mengenai teori
ekonomi klasik dilanjutkan oleh munculnya teori neoklasik.
Teori
organisasi Neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Teori organisasi
Neoklasik merubah, menambah, dan dalam banyak hal memperluas teori
klasik. Teori Neoklasik didefinisikan sebagai suatu organisasi sebagai
kelompok dengan tujuan bersama. Bila pada teori klasik banyak menitik
beratkan pembahasannya pada struktur, tata tertib, organisasi formal,
factor-faktor ekonomi dan rasionalitas tujuan sedangkan teori neoklasik banyak menekankan pentingnya aspek
social dalam pekerjaan atau organisasi informal dan aspek psikologis (emosi).
B. Pokok
Pikiran Teori Neo Klasik
Ekonomi
neoklasik adalah istilah yang digunakan untuk berbagai pendekatan untuk ekonomi berfokus pada penentuan harga,
output, dan pendapatan distribusi di pasar melalui penawaran dan permintaan, sering dimediasi melalui
maksimalisasi hipotesis utilitas dengan pendapatan terbatas individu
dan dari keuntungan dengan biaya terbatas perusahaan
yang menggunakan informasi yang tersedia dan faktor-faktor produksi, sesuai
dengan teori pilihan rasional.
Ekonomi
neoklasik bertumpu pada tiga asumsi, meskipun cabang-cabang tertentu dari teori
neoklasik mungkin memiliki pendekatan yang berbeda:
1. Orang-orang
memiliki preferensi rasional antara hasil yang dapat
diidentifikasi dan terkait dengan nilai.
3. Orang
bertindak independen atas dasar informasi yang lengkap dan relevan.
Menurut
Marx nilai komoditas sepadan dengan input - input tenaga kerja. Hanya tenaga
kerja yang dapat menghasilkan laba. Namun bagi kaum Neo - Klasik, teori
nilai kerja Marx tidak mampu menggambarkan secara jelas mengenai nilai suatu
komoditas.
Dengan pendekatan marginal, kaum Neo - Klasik mengatakan bahwa faedah suatu
komoditas akan semakin menurun dengan semakin banyak terpenuhinya kebutuhan
akan komoditas itu. Dan selalu berubah sejalan dengan bertambahnya kuantitas
yang kita konsumsi. Bila individu meminta suatu
komoditas tertentu maka utility yang diterima bertambah. Tambahan kuantitas
komoditi akan menambah besar utility total yang diterima. Namun meski
utility total terus meningkat, pada titik tertentu utility total akan mencapai
titik jenuh dan utility marginal menjadi nol.
Inilah
konsep dasar mengenai marginal utility, yang merupakan salah satu kontribusi
madzab Neo - Klasik. Keadaan ini menghasilkan hukum yang disebut sebagai Law
of Deminishing Marginal Utility ( hukum utilitas marginal yang semakin berkurang
). Hukum ini mengatakan bahwa jumlah tambahan utilitas marginal akan
menurun ketika seseorang semakin banyak mengkonsumsi barang yang sama. Hal
ini dapat digambarkan seperti berikut.
Pada
gambar diatas terlihat utility total meningkat
seiring pertambahan konsumsi, namun dengan proporsi yang semakin menurun.
Daerah yang diarsir menunjukkan tingkat kepuasan yang semakin menurun (marginal utility yang semakin menurun). Pada titik tertentu yang terjadi
pada titik D, total utility mencapai titik jenuh. Pada saat total utility
mencapai titik jenuh, tambahan kepuasan sama dengan nol yang diperlihatkan pada
kurva marginal utility.
Gambar diatas menyiratkan the law of deminishing
marginal utility digambarkan dengan kurva yang mempunyai kemiringan negatif.
Hal ini sama dengan mengatakan bahwa kurva total utility yang digambarkan
berbentuk kurva cembung ke atas.
2.4 Pengangguran dan
Inflasi Melalui Kurva Phillips
A.
Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan dimana terdapat kenaikan harga umum secara
terus-menerus. Jadi bukan harga satu atau dua macam barang saja,
melainkan kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa, dan bukan hanya
satu atau dua kali kenaikan harga, melainkan kenaikan harga secara
terus-menerus selama periode waktu tertentu (inflasi berkepanjangan). Kebalikan
dari inflasi adalah deflasi yang merupakan penurunan tingkat harga keseluruhan.
Untuk mengetahui tinggi
rendahnya kenaikan harga atau laju kecepatan inflasi seringkali digunakan indeks
harga. Selain itu, untuk meneliti laju inflasi biasanya macam barang dikelompokkan
menjadi kelompok pangan, sandang, papan dan lain-lain. Semua kelompok barang
tersebut mengalami kenaikan harga yang ditunjukan oleh kenaikan angka indeks
harga masing-masing.
Pembedaan inflasi atas
parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu
ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian untuk berkembanng lebih baik yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada
insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa
inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi HiperInflasi, keadaan
perkonomian menjadi kacau balau. Dan Perekonomian menjadi lemah, banyak orang yang tidak bersemangat
menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Tabungan akan semakin
lenyap dan digantikan dengan Hoarding yaitu, menyimpan dalam
bentuk barang bukan uang.
Sebagai akibat
keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian,
sehingga kenaikan harga akan terjadi sangat cepat dan perekonomian menjadi
semakin parah keadaannya.
Berdasarkan laju
pertumbuhan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau berdasarkan atas parah tidaknya,
Inflasi terbagi atas :
– Inflasi Ringan
(Kurang dari 10 % per tahun)
– Inflasi Sedang
(Antara 10%-30% per tahun)
– Inflasi Berat (Antara
30%-100% per tahun)
– Inflasi Hyper (Antara
100%- >100% per tahun)
B. Keterkaitan Antara Inflasi Dengan Pengangguran Berdasarkan
Kurva Phillips
Hubugan antara tingkat harga (inflasi) dan tingkat
pengangguran disebut kurva phillips. Semakin tinggi tingkat
pengangguran maka semakin rendah tingkat inflasi upah. Dalam hal ini pengangguran
sebagai output dan menerjemahkan inflasi sebagai perubahan harga. Kondisi
dimana secara simultan pengangguran tinggi dan diikuti inflasi yang tinggi
disebut sebagai stagflasi3.
A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran
hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi
bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat
pada kurva permintaan agraret (AD). Dengan naiknya permintaan agregat, maka
sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik.
Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut
produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja
(asumsinya tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan
output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya
harga-harga (inflasi), pengangguran berkurang.
Argumentasi untuk menjelaskan kurva phillips di atas dirumuskan dengan
formulasi sebagai berikut :
Laju inflasi =
Tingkat kenaikan upah – Tingkat kenaikan produktivitas
|
Sifat keterkaitan di antara inflasi harga dan tingkat pengangguran :
Pada waktu pengangguran tinggi, kenaikan harga-harga relative lambat, akan
tetapi semakin rendah pengangguran, semakin tinggi tingkat inflasi yang berlaku.
Dari kurva phillips dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat
pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi
harapan inflasi akan semakin cepat pula kenaikan tingkat upah.
Jadi, di teori ekonomi makro, ada perdebatan
klasik masalah inflasi dan pengangguran yang dikenal luas dengan Kurva Phillips
(yang sebetulnya belum terbukti salah dan benar secara umum di semua
ekonomi/negara),. Kurva tersebut
menggambarkan adanya hubungan negatif antara laju inflasi dengan
pengangguran: Laju inflasi tinggi, pengangguran rendah (dan output tinggi).
Akan tetapi kebalikannya juga justru dapat terjadi yakni kenaikan harga-harga
secara umum, yang dilihat dari laju inflasi akan menurunkan output (produksi
nasional) dan dengan sendirinya
meningkatkan pengangguran. Hubungan inflasi,
output dan pengangguran (tiga hal yang sangat sentral dalam kebijakan
makroekonomi) sangat ditentukan oleh aggregat penawaran dan permintaan terhadap
barang-barang dan jasa-jasa. Apabila aggregat permintaan meningkat, permintaan
terhadap tenaga kerja akan meningkat (dengan sendirinya
akan berkurang) dan produksi nasional
juga meningkat (dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi meningkat). Akan tetapi,
sebaliknya kenaikan aggregat permintaan tersebut akan menaikkan harga-harga
(meningkatkan laju inflasi). Ini yang dinamakan hubungan negatif inflasi dan
pengangguran.
C. Pergeseran pada Kurva
Phillips
Pergeseran Kurva
Phillips dapat di jelaskan melalui beberapa tahapan periode berikut :
1. Periode Awal
Pada periode ini, tingkat pengangguran berada pada tingkat normal dan tidak
terdapat permintaan atau penawaran yang moncolok.
2. Periode Kedua
Peningkatan yang cepat pada output selama ekspansi ekonomi menurnkan
tingkat pengangguran. Seiring menurunnya pengangguran, perusahaan cenderung
merkrut pekerja lebih banyak lagi dan memberikan peningkatan upah yang lebih
besar dari biasanya. Saat output melebihi potensinya, utilitas kapasitas
meningkat dan penggelembungan dana meningkat, upah dan harga mulai naik.
3. Periode Ketiga
Dengan naiknya inflasi maka perusahaan dan pekerja akan mengharapkan
inflasi yang lebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih tinggi tampak dalam
keputusan upah dan harga.Tingkat ekspetasi inflasi lalu meningkat.Tingkat
ekspetasi meningkat diatas Kurva Philips awal yang menunjukkan tingkat
ekspetasi inflasi yang lebih tinggi.
4. Periode Akhir
Pada periode akhir, dengan melambatnya perekonomian, kontraksi pada
kegiatan ekonomi membawa output kembali ke potensinya semula dan meningkatkan
pengangguran kembali ke tingkat wajar di titik D. Karena tingkat ekspektasi
inflasi mengingkat, tingkat inflasi pada periode 4 menjadi lebih besar dari
periode 1, meskipun tingkat penganggurannya sama.
Faktor Penentu Pergeseran/Perubahan Kurva Philips
Faktor utama yang menentukan pergeseran atau perubahan pada Kurva Phillips
adalah tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran. Tinggi rendahnya
tingkat Inflasi dan Pengangguran dapat merubah arah dari Kurva Phillips itu
sendiri. Tetapi selain tingkat Inflasi dan Pengangguran, pergeseran Kurva
Phillips juga dapat di sebabkan oleh beberapa hal lain meski faktor tersebut
juga tidak terlepas dari masalah Inflasi dan Pengangguran. Faktor tersebut
antara lain :
1. Demografi
Masalah Kependudukan atau tinggi rendahnya jumlah penduduk di suatu negara
akan mempengaruhi tingkat pengangguran yang pada akhirnya berdampak pada
pergesern Kurva Phillips.
2. Keseimbangan Pasar
Tenaga Kerja
Dalam kondisi keseimbangan pasar kerja, secara alamiah akan selalu terdapat
pengangguran. Dalam Kurva Phillips, pengangguran alamiah tersebut di buktikan
dengan adanya titik potong antara Kurva Phillips dan sumbu horizontal.
D. Trade Off Jangka Pendek
Dalam Kurva Phillips
Kurva Phillips adalah kurva yang
menunjukan pertukaran (Trade Off) di antara dua ukuran kinerja ekonomi
yaitu, Inflasi dan Pengangguran. Kurva ini menyatakan
bahwa untuk menurunkan tingkat inflasi, para pembuat kebijakan harus secara
sementara memperbesar angka pengangguran dan untuk mengurangi pengangguran
mereka harus menerima inflasi yang lebih tinggi.
Bentuk Kurva Phillips memiliki kemiringan
menurun, yang menunjukkan hubungan negatif antara perubahan tingkat upah
dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik, pengangguran menurun
ataupun sebaliknya.
Hal ini mencerminkan kurva permintaan agraret (AD). Namun jika
menunjukkan hubungan positif antara tingkat upah dan tingkat pengangguran,
maka hubungan ini menggambarkan kurva penawaran agraret (AS). Kurva
Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang
tinggi, tidak mungkin terjadi secara bersamaan yang berarti bahwa jika ingin
mencapai kesempatan kerja yang tinggi atau tingkat penggaguran menurun, sebagai
konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi.
Dalam jangka pendek, penurunan satu
tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi Kurva Phillips
jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang di harapkan. Kurva Phillips jangka
pendek dapat bergeser karena perubahan ekspektasi dan guncangan terhadap
penawaran agregat.
Perubahan negatif yang besar dalam penawaran agregat, dapat memperburuk
pertukaran (Trade Off) jangka pendek antara pengangguran dan inflasi. Guncangan tersebut
membuat kebijakan pertukaran (Trade Off) kurang menguntungkan antara inflasi
dan pengangguran.
Pada tahun 1960, Friedman dan Phelps menyimpulkan bahwa inflasi dan
pengangguran tidak terkait dalam jangka panjang melainkan jangka pendek. Karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku (Sticky Price) sedangkan
pada jangka panjang berlaku harga fleksibel.
Inflasi yang diharapkan menjelaskan sebab adanya pertukaran (Trade Off)
antara inflasi dan pengangguran dalam jangka pendek tetapi tidak dalam jangka
panjang. Seberapa cepat pertukaran (Trade Off) jangka pendek menghilang, tergantung
pada seberapa cepat pemerintah sebagai penentu kebijakan menyesuaikan harapan
atau pertumbuhan ekonomi bangsanya.
E.
Fenomena Tradeoff Inflasi Dan Pengangguran (Kurva Phillips) Di
Indonesia
Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi
oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya pertumbuhan ekonomi. Kurva
Phillips yang menggambarkan tradeoff antara inflasi dan pengangguran tidak
berlaku di Indonesia. Kecenderungan yag sesuai dengan kurva Phillips didapatkan
dari hubungan antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi. Antara
pengangguran dengan inflasi tidak dapat diprioritaskan mana yang akan ditangani
terlebih dahulu, semuanya tergantung pada kondisi perekonomian. Penanggulangan
pengangguran merupakan komitmen nasional serta dibutuhkan kebijakan makro dan
mikro dalam penanganannya.
Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa inflasi yang terjadi pada suatu negara dapat digunakan
sebagai indikator baik buruknya perekonomian suatu negara. Bagi negara yang
perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4
persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen
dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Tingkat inflasi yang berkisar antara 7
sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi. Inflasi yang sangat tinggi
tersebut disebut hiperinflasi (hyper inflation).
Tujuan negara membangun adalah untuk kesejahteraan rakyat, maka
masalah pengangguran yang tinggi merupakan kondisi yang sangat tidak
dikehendaki oleh suatu negara di manapun. Inflasi dan pengangguran adalah dua
masalah ekonomi yang utama yang sering dihadapi oleh masyarakat suatu negara.
Jika masalah inflasi dan pengangguran tidak terkendali, maka kedua masalah
tersebut dapat mewujudakan efek buruk baik yang bersifat ekonomi, sosial,
politik serta lingkungan dan budaya. Untuk menghindari berbagai efek buruk yang
mungkin ditimbulkan oleh kedua masalah tersebut, secara sederhana yakni secara
ekonomi makro diperlukan berbagai kebijakan ekonomi yang komprehensif. Dalam
teori kurva Phillips, pengangguran yang tinggi memang akan cenderung mengurangi
inflasi. Namun yang menarik di Indonesia fenomena yang sering terjadi adalah
ketika pengangguran tinggi tingkat inflasi juga masih tetap tinggi.
Padahal, tujuan yang selalu dikehendaki untuk kedua masalah tersebut adalah
rendah.
Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan
di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang
tinggi.
Kurva Philips
di negara Indonesia hubungan menunjukkan antara tingkat inflasi dan
pengangguran bukan lagi sebuah tradeoff melainkan berjalan searah,
artinya inflasi yang tinggi juga diikuti dengan tingkat pengangguran yang
tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Amierrudin Saliem dengan data inflasi dan
pengangguran Indonesia tahun 1976 hingga 2006 yang juga menunjukkan hubungan
yang positif antara pengangguran dan inflasi. Inflasi sebagai bentuk kenaikan
harga-harga di semua sektor, maka perusahaan-perusahaan akan mengambil
kebijakan mengurangi biaya untuk memproduksi barang atau jasa dengan cara mengurangi
pegawai atau tenaga kerja. Akibatnya, angka pengangguran yang tinggi tidak
dapat dihindari dan berakibat perekonomian negara tersebut mengalami
kemunduran. Oleh karena
itu, inflasi sangat berkaitan erat dengan tingkat pengangguran.
Adanya
kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya
kenaikan biaya produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak Biro Analisa
Anggaran dan Pelaksanaan APBN. (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Kenaikan
harga BBM ini pada akhirnya akan meningkatkan harga akibat kelangkaan pasokan
dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Dengan alasan inilah maka hubungan
antara perubahan tingkat pengangguran dengan inflasi di Indonesia menyimpang
dari teori kurva phillips. Alasan lainnya adalah bahwa dalam kurva Phillips
hanya terjadi dalam jangka pendek tetapi tidak dalam jangka panjang. Karena
pada jangka pendek masih berlaku harga kaku “sticky price” sedangkan
pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata lain pengangguran akan
kembali pada tingkat alamiahnya sehingga hubungan yang terjadi antara inflasi
dan pengangguran akan positif.
2.5
Kebijakan Pemerintah Mengatasi Pengangguran
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter umumnya
dianggap sebagai kebijakan untuk mengelola sisi permintaan akan barang dan jasa
dalam suatu perekonomian. Kedua kebijakan ini menyangkut masalah pengelolaan
permintaan dengan tujuan untuk mempertahankan produksi nasional suatu
perekonomian atau suatu negara yang mendekati kesempatan kerja penuh (full
employment) dan juga mempertahankan tingkat harga barang dan jasa pada tingkat
yang sudah tercapai sekarang. Apabila terdapat kelebihan permintaan di atas
penawaran akan dapat menimbulkan inflasi, sedangkan apabila terdapat kelebihan
penawaran di atas permintaan akan terjadi deflasi dan pengangguran.
Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam
perekonomian dengan menggunakan kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan
dan mengurangi pengeluaran pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi
tingkat pajak, sedangkan dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi
atau menambah jumlah uang yang beredar, atau dengan campuran dua kebijakan itu
yaitu dengan mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang
beredar secara bersama-sama.
Hubungan antara kebijakan moneter dengan kebijakan
fiskal dapat di uraikan sebagai berikut:
- Kebijakan
moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga.
- Kedua
pasar tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat
bunga akan mempengaruhi permintaan agregat.
- Kebijakan
fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat dan penawaran
agregat.
- Pada
gilirannya permintaan agregat dan penawaran agregat itu akan menentukan
keadaan di pasar barang dan jasa.
- Kondisi
pasar barang dan jasa itu akan menentukan tingkat harga dan pengerjaan
dari faktor-faktor produksi.
- Selanjutnya
tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan
tingkat upah yang diharapkan.
- Keduanya
akan mempunyai umpan balik yaitu terhadap permintaan agregat, dan upah
harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang
serta pasar surat berharga.
A.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan
oleh pemerintah dengan cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja
negara, artinya pemerintah dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan
negara atau belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi tinggi rendahnya
tingkat pendapatan nasional.
Kebijakan
Anggaran / Politik Anggaran :
1.
Anggaran
Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus
pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang
resesif.
2.
Anggaran Surplus
(Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3.
Anggaran
Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
B.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang diambil
oleh pemerintah atau Bank Central yang berhubungan dengan jumlah uang yang
beredar dan tingkat suku bunga.Di dalam kebijakan moneter hal yang biasa
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu adalah menahan inflasi, dan mendorong
usaha pembangunan nasional.Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Kebijakan moneter dapat dilakukan oleh pemerintah dan
Bank Sentral dengan cara langsung atau tidak langsung.
·
Kebijakan
moneter langsung yaitu pemerintah langsung campur
tangan dalam hal peredaran uang atau kredit perbankan.
·
Kebijakan
moneter tidak langsung dilakukan oleh Bank sentral dengan
cara mempengaruhi kemampuan bank-bank umum dalam memberikan kredit.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
·
Kebijakan
Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
·
Kebijakan
Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
a.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang
yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli
surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar
berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada
masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau
singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat
Berharga Pasar Uang.
b.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.Bank umum
terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral.Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat
bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang
yang beredar berkurang.
c.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang
beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan
pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib.Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan
rasio.
d.
Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi.Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengangguran adalah (penduduk yang berumur 15-59 tahun, ada
beberapa negara lain memakai kategori 15-64 tahun) yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya, yang siap bekerja dan melakukan
usahaspesifik untuk menemukan pekerjaan selama empat minggu sebelumnya.
Hubugan antara
tingkat harga (inflasi) dan tingkat pengangguran disebut kurva phillips. Sedangkan kurva yang menunjukan pertukaran
(Trade Off) di antara dua ukuran kinerja ekonomi yaitu, Inflasi dan
Pengangguran. inflasi dan pengangguran tidak terkait dalam jangka panjang melainkan
jangka pendek. Karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku (Sticky Price) sedangkan
pada jangka panjang berlaku harga fleksibel.
3.2 Saran
Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam
perekonomian dengan menggunakan kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan
dan mengurangi pengeluaran pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi
tingkat pajak, sedangkan dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi
atau menambah jumlah uang yang beredar.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Website :
https://ayutyasgotocampus.wordpress.com/2015/07/16/trade-off-jangka-pendek-inflasi-pengangguran/
http://pemuda-bali.blogspot.co.id/2015/01/kurva-philips-yaitu-menggambarkan.html
http://esteleeeloraakbariainlampung.blogspot.co.id/2014/10/makro-pengangguran-inflasi-dan.html
http://dianapitasari97.blogspot.co.id/2014/11/makalah-ekonomi-makro-pengangguran.html
Referensi
Buku :
N.Gregory
Mankiw. 2006. Makroekonomi. Jakarta : Erlangga.
Dornbusch,
Rudiger dan Stanley Fischer. 1997. Ekonomi
Makro. Jakarta : Erlangga.
E. Karl Case
dan Ray C. Fair. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Jakarta : PT.
Indeks.
Komentar
Posting Komentar